Wednesday, November 24, 2010

this is just the beginning..

"Just give me another chance to prove you that I can change..", he said..

Being able to see inside of me made me see things in different perspective and I fully understand that he saw things in his perspective. Fair enough. I guess we lack of the ability to see inside each other and understand each other's story better.

It felt like every time we try to make the other party to understand our point of view, we are plunging a knife and shredding our own self piece by piece. It felt wrong.

We use to be friends. We use to laugh and ad-libbing each other's jokes.
We use to have fun.

I hate being angry all the time.
I hate being angry at him all the time.

I'm scared that we have to mold our self to be an entirely different person so we'll still be able to walk hand in hand without taking that knife and shredding each other out to pieces.
I'm scared that at the end of this journey, we will look at the mirror and say, "who is this person? This is not me.."

I'd rather walk away with a stamp of a bad guy rather than to change what he is.
Because he have something great.
He is something precious. But he just don't realize it yet.

If I choose to walk away, it's not because I hate him.
But because I love him as a friend and I know that he is capable of doing great things.

Get up from your fall..
I will still be there..
As a friend..
because this is just the beginning.

Thursday, August 26, 2010

Merah

Bola merah itu terpantul-pantul di lantai marmer yang dingin.
Terpantul dan mendekat ke tanganku yang berjari gemuk-gemuk.

"Aku tidak ingin bermain", kataku setengah malas
"Aku tidak ingin main lempar bola"
"Harus!!", sebuah suara berteriak
"Kamu yang pantulkan bola ini lebih dulu, sekarang kami ingin bermain."

Bola itu terpantul-pantul lagi dengan cepat.
kemudian bola itu terlempar ke kepalaku.
"mainkan dengan cepat!!!", "lempar bola itu kemari!!!"
Perintah dan permintaan bersahutan secepat sepersekian detik.

Laju merah bergerak kian cepat.
seperti pita yang di gerakkan pesenam olimpik di angkasa.
Merah yang menyala.
mengingatkanku pada darah yang menetes dari luka yang terbuka.

"Ayo bermain.. Ayo bermain.."
Kalimat itu berulang-ulang terdengar di telingaku.
Seperti kaset rusak yang tidak dapat dibetulkan lagi.
"Ayo bermain.. Ayo bermain.."

Monday, May 3, 2010

Simpul

Terduduk aku di depan sebuntal benang
mencoba mencari ujung pangkal yang terputus untuk memulai telusur
perlahan mengikuti jejak benang yang mengusut, aku memaki..
"Susah amat sih ini!!!"

Berusaha mengingat masa bermain sebagai seorang Pramuka,
yang dapat kuingat hanya tepuk-tepuk yang berirama dan tongkat yang kami pakai untuk bermain perang.
aku merasa simpul ini terlalu sulit untuk dibuka.

"Gunting sajalah.."
Seseorang berteriak dari samping.
"Tak ada gunanya lagi di telusuri. Sulit itu.."

"Nanti..", kataku..
Terangsang otakku untuk menyelesaikan puzzle ini.
"Ini mungkin bisa di.."
bergerak jariku mencoba melepaskan satu buntal besar benang kusut.

"Sudah jangan dipaksakan.."
Sebuah gunting disodorkan seseorang padaku.
"Sebentar.. Ini bisa dibuka kesini.."
Gunting itu memanggil-manggil di sisi pundakku.

Bersikeras membuka simpul-simpul kusut, aku berkelahi dengan diriku sendiri.
"Gunting.."
"Tunggu, ini masih bisa di.."
"Gunting saja.."
"Tapi ini bisa di.."

Pusing dengan tengkar dalam kepalaku sendiri aku berhenti.
Kulempar buntalan itu sambil memaki,
"Sial.. Biarlah.. Bikin susah hati saja.."
dan aku melangkah pergi.

Wednesday, April 7, 2010

Clash of the Titans Night

Setumpuk penuh barang2ku tergeletak di meja berhiaskan keramik biru putih dibawah blok 159.
Aku dan dia terduduk menunggu..
Menunggu rokok terbakar habis,
Menunggu pukul 2 pagi tiba,
Menunggu perkataan tergetar dari pita suaraku..

Bunyi teratur di imajinasi kami kian mengeras..
Aku berkata pada diri sendiri,
Detak jantung kah? Atau ini detik waktu yang terasa terlalu cepat?
Beberapa hari ini matahari dan bulan seperti berlari sprint di langit.
Seketika terang, sesaat kemudian bintang.

Pertama kalinya aku mengetik kata2 ini ditemani orang lain selain egoku.
Janggal.
Bukan karena dia muncul kembali,
tapi karena kami sibuk dengan hal2 di belakang kepala kami masing2.

Detak itu masih berbunyi.
Waktu masih terus berjalan.
Kami,
masih menunggu.

Thursday, February 11, 2010

Changi 12 februari 2010

Menatap notebook ku, aku menanti terbukanya gerbang D36
berharap perjalanan ini bisa menjadi perjalanan yang tanpa guncangan
berharap perjalanan ini bisa menjadi infus bagi nyawaku yang hampir terputus

Tempat yg akan kudatangi adalah yang kusebut rumah
Seluruh sel dalam tubuh dan mentalku tumbuh disana
Aromanya setiap sudutnya akan selalu tersangkut hidungku
Takaran suhunya akan selalu menjadi selimut yang paling nyaman untukku

Apa yang akan aku temukan disana akan menarik
Menantang sampai dimana aku bisa lentur memainkan emosi
Tapi saat ini aku hanya bisa meraba dan mengira2
Tak ada yg pasti di ruang celebralku

Kusut aku mencoba menguraikan pikiran
Bunyi ketik2 keyboard laptopku tidak membantu
Pengumuman untuk boarding bergema dalam bahasa asing yg familiar dikupingku
Waktunya terbang..

Saat ini

Saat ini kehidupan menyeretku dengan paksa
Aku berlari tanpa bergerak dari tempatku berdiri
Terantuk-antuk kepalaku, terhantam segala rupa
Tersendat nafasku berusaha menangkap udara

Ku temukan diriku berdiri d tengah sahara,
Kemudian di ramainya Colosseum Roma.
Tetiba aku di jalanan London yg sepi dan berkabut
Selangkah aku tertunduk diantara sekawanan pinguin raja

Ketika matahari di atas kepala aku berada diantara penonton Nascar
berteriak keras dan ikut melambai dengan tempo teratur
Ketika matahari di kiri aku ditengah premier film independen
berusaha menangkap makna dalam kata-kata asing yang menghujam telinga

Aku bagaikan Einstein yang menemukan teori relativitas
Sedetik kemudian aku bagaikan amoeba
Aku ada
kemudian aku tiada

Terjaga aku setengah membuka mata
Menyeret lagi diriku ke Jakartaku yang penuh polusi
Membaringkan diriku ke ranjangku yang tak berseprai
Menghirup kembali aroma kamarku yang mengakar di ingatan

Segalanya kembali tenang
Segalanya kembali statis
Segalanya kembali abu-abu

Wednesday, February 10, 2010

4.49

aku terbangun..
percik oranye itu tidak akan berpijar lagi..
sebagian jiwaku hangus bersama percik terakhirnya..
Sekali lagi aku menangis. Kali ini dengan segukan.
Tertumpah segala nafas yg ada dalam diafragma ku. Tak bersisa.

Akalku melayang mencoba untuk menggapai suatu pencerahan.
Melihat kebelakang smua gelap. Aku tidak melihat dimana aku salah berbelok.
Mungkin terlalu jauh aku salah menjejakkan kaki.
Mungkin dari awal perjalanan harusnya aku tidak berpijak di jalan ini.

Dengan alibi, aku mencoba membelokkan alur ku..
Aku hanya terseret. Aku korban.
Kepalaku terantuk lantai yang keras.
Percik itu sudah menghilang.
Semua kembali statis.
Semua kembali abu2.

Jam 3 pagi..

Gelap pekat ruang mengikat jalan darahku
Pucat, aku berjalan dengan tangan terentang mencari arah. Udara berat menggantung di auraku nyaris meledakkan paru-paru mungilku.

Disudut kecil terlihat percik oranye. Asap mengakar ke udara menyebarkan harum halus yang menenangkan syaraf. Efeknya seperti opium, menarik imajiku ke arah dimensi baru yang berwarna. Dimensi yang berkelip dengan dengan segala keindahan yang menyimpan bahaya.

Tergoda aku berjalan dan mendekat perlahan. Kornea yang tersentuh sensasi asing menyipit, mencoba menelaah serangan percik oranye yang makin lama membersar perlahan.

Tak terasa letih pupil yang membesar kagum.
Aku berjongkok menunggu sesuatu. Sesuatu yang masih abstrak.
Terlalu abstrak sehingga aku takut menebak arahnya. Tapi kuberanikan diri mendekatkan jemari untuk menyentuhnya.

Jariku terdiam disana. Terbakar percik oranye yang mulai membesar, aku menjadi seorang masochist yang menikmati perih yang terasa di ikatan syarafku.
Aku menyerahkan diri untuk perlahan dilahap oleh siluet jingga yang menguat.

Tanpa kusadari aku menari didalam cahaya jingga. dalam trance yang statik aku menggerakkan seluruh badanku. Aku tersenyum, tertawa. Aku bergerak mendayu seperti daun yang berdansa dengan angin. Berputar. Melayang. Aku bagai pebalet cilik yang tersihir oleh tutu dan sepatu balet barunya.

Tanpa sebab kilat jingga itu berubah. Perlahan mengecil dan meredup.
"Tidak!", pikirku. "Bakar aku lagi. Aku belum puas dengan sengatan ini!"
Perlahan aku terdorong keluar dari selimut jingga disekujur tubuhku.
Dimuntahkan dengan perlahan, aku terdiam bisu disamping cercah sinar yang sekarang samar.
Aku meraih sinar kecil itu, kalap. "Itu sumber udaraku!"

Cercah sinar itu tak menunggu.
Perlahan dia melemah menjadi letupan kecil yang hanya ada dipermukaan.
Aku meratap sedih tanpa airmata dan segukan. Berusaha melindungi letupan yang tersisa agar dia bisa membesar kembali.

Gelap pekat ruang mengikat syarafku.
Memucat, aku berjongkok memeluk lututku. Tatapku menerawang ke lantai tempat letupan terakhir meletus.
Diam; aku menunggu percikan selanjutnya.

I don't need this crap..

bad night..
bad.. bad.. night..

Monday, February 1, 2010

Shattering glass sound effect..

Yesterday I was trying to clean up my room bit by bit.
It was going fine until I heard a noise..
*Pyaaanggg*

Shattering glass..

Damn it..
Now I have more mess to take care off..

Well.. I started to sweep again..
and then..
*Pyaaangg*

Another shattering glass..

At this rate I can't take it.
I just sit and hug my knee.

I just can't take it..

Friday, January 29, 2010

Kamar

Sepertinya sudah saatnya aku membereskan kamarku.
Kamarku yang penuh dengan pecahan barang2 yang berserakan disana sini.
Sampah busuk berbau busuk yang aku biarkan selama sebulan mulai menggangu.

Kemarin2 sepertinya sama sekali tidak bermasalah,
Malah aku ingin tetap membiarkannya seperti itu.
Aku merasa nyaman dengan sampah2 itu.
Aneh memang..
Tapi aku merindukan bentuknya ketika mereka masih utuh dan indah.
Serpihan-serpihan itu membuat aku terbayang dengan masa sebelum semuanya menjadi pecahan2 yang menusuk telapak kakiku ketika aku berjalan.

Aku tau bahkan setelah aku sapu dan pel pun mungkin serpihan itu masih akan terasa d telapak kakiku.
Banyak dari pecahan-pecahannya meninggalkan baret2 dan bahkan luka besar di kakiku.
Susah payah aku mencoba untuk menambal serpihan itu, tapi serpihan itu terlalu kecil untuk bisa d jadikan satu.
Susah payah aku menambal luka dan parut yg ada d kakiku, tapi masih saja luka itu menganga dan bahkan kadang masih berdarah.

Berminggu2 aku coba mengangkat sapu.
Mengangkat badan saja rasanya malas.
Ketika sudah dapat aku mengangkat badan, kakiku tertusuk lagi oleh pecahan2 itu.
Pelan2 aku mencoba berjalan menghindari pecahan dan serpihan yang tajam.
Tapi di setiap sudut dan jengkal kamarku tertutup oleh paling tidak serpihan yang bisa sekali lagi merobek kulit tipisku.

Belakangan aku mencoba untuk menginjak serpihan2 itu.
Aku berharap dengan menginjak2 bahkan serpihan terbesar pun, kulitku yg tipis akan menjadi lebih keras dan tidak akan mudah terluka.
Sepertinya sudah mulai membawa hasil.
Sekarang ini paling tidak aku sudah bisa menahan sakit jika kakiku tertusuk.

Potongan dan serpihan2 tajam itu masih disana.
Mungkin sudah saatnya aku bersihkan sampah2 itu.
Ya.. Aku akan berdiri, mengambil sapu, dan akan membuang semua keluar kamarku.
Mungkin sekarang saatnya..
Mungkin..

First Blog

Ok.. This is a bit lame since everyone seems to have at least one blog in more than a zillion years ago..
I guess at somepoint I do have one..
but I deleted it..
and I kinda regreted it.. =.=

well.. let's just type again from now on..
since I got one or two things on my mind..
which most probably would be redundant rants..

*love love*
pipi